Sunday, 7 March 2010
Akhirnya Pensiun Juga (Episode 2)
TweetNiatmu Dapat Mematahkan Bajaadam kecil tak pantang menyerah, dia selau ingin mencapai targetnya, walau harus melewati batuan terjal sekalipun. Wheeeww... Lebay... (Lebih Alay...) Hahahaha...
Hari demi hari berlalu seiring dimakannya waktu. Tepatnya kira – kira awal Agustus, SMANSA CUP akan diadakan. Sebuah momen tahunan dalam rangka memperingati hari ulang tahun SMAN 1 Pangkalan Bun. Yang didalamnya terdapat serangkaian lomba dan lain – lain.
Ketika itu hari senin. Karena osis sibuk mempersiapkan SMANSA CUP, jadi sekolah tidak belajar efektif. Selepas upacara hari itu, Aku ingin melepaskan uneg – unegku selama ini. Karena mungkin merasa tertantang. Apakah aku juga bisa seperti dia... Hah lebay... Selepas upacara, biasanya ada waktu sisa 10 menit, tapi karena tidak belajar, jadi bebas? Waktu itu aku duduk di bangku yang ada didepan kelasku XD. Entah kenapa, keyboard, microphone, dan perlengkapan upacara lainnya belum dibereskan oleh osis. Aku santai saja memperhatikan pemandangan sekitar. Sambil melihat pemandangan, aku melihat Deki sedang duduk di tangga (karena bentuk tempat barisan guru kami ada diatas seperti panggung, jadi kalau anda melihat dari bawah seperti menonton opera besar, dan dibuat tangga untuk paduan suara), yang lagi asyik bermain gitar dengan Egi. Hey Egi, masih ingat? Waktu itu aku belum kenal kamu ndo... Ah... Lebay... Tiba – tiba, muncul pikiran dalam benakku. “Hmmmm... Apa aku coba....??” Dengan bermodalkan niat, aku seperti mendapat dorongan tersendiri. Aku langsung melangkah. Bayangkan... Pada waktu itu, aku tak melewati sisi lapangan. Nekat saja lewat di tengah lapangan basket dengan PD-nya. Ckckckckck.... Tak tahu langkahku kemana, sambil berfikir di tengah jalan, “Gimana yah... Sama keyboardistnya belum kenal? Mau so’ so’an jadi pengiring upacara?” Hahahahahaha.... Biarlah... Akan tetapi..... Sebelum aku ke tempat Deki yang kutuju, niatku melemah. Heeeeehhhh... Seperti tegangan listrik yang sewaktu – waktu dapat berubah? Seperti itulah aku pada waktu itu. Karena aku ragu, yang tadinya aku berjalan lurus kedepan, kini aku agak menyerong ke kiri. Malah aku menuju ruang informasi dan piket? Apa yang aku tuju disitu? Untungnya disitu ada osis sedang berkumpul. Tapi aku bukan pengurus osis pada waktu itu. Hahahahaha... Yaaaah... Pura – pura menjadi orang sibuk disitu. Dan untungnya lagi ada Retna? Anda kenal? Jadi, aku bertanya saja kepadanya sebagai tanda basa – basi. Sekalian, pada waktu itu, aku belum mengenal keyboardistnya. Munculah trikku untuk mengalihkan pembicaraan. “Siapa nama keyboardistnya tu...?” (siapa nama keyboardistnya itu?) tanya adam. “O... Itu Deki...” Jawab Retna. Dari dialah aku mengetahui nama sang keyboardist itu. Setelah sudah mendapat informasi dari Retna, aku kembali nekat untuk mendatangi Deki. Aku pun menuju ke tempat dimana Deki duduk. Sesampainya di tangga tempat Deki duduk, aku hanya berdiam diri dan memperhatikan Deki main gitar saja. Jadi kaya patung gitu laa...? Karena belum kenal mungkin. Dalam benakku. “Waduh... Gimana ngomongnya????”. Coba anda sendiri yang merasakan? Bagaimana anda jika bertemu orang yang belum dikenal sama sekali? Yaaa kaya orang bego gitu. Hahahaha... Ah... Seperti kataku tadi, niatmu dapat mematahkan baja. Langsung saja aku nyeplos, tanpa fikir panjang, aku memberanikan diri untuk memberika kata – kataku yang pertama untuknya. “Eh... Tadi... Chordnya make G7 kan?” sapa adam kepada Deki sambil bergemetar. Coba perhatikan, kata – kataku yang pertama kulontarkan itu? Nyambung gak dengan teori perkenalan? Biasanyakan, kita kenalan, “Hi...” Sapa dulu lah lawan bicara kita... Aku tidak? Langsung itu yang pertama kuucapkan. Dasar... adam memang tak tahu apa itu basa – basi. Deki menatapku dengan penuh keheranan, sambil mengerutkan wajah sedikit, tanda terkejut. Mungkin dalam benaknya. “Siapaaaa orang ini ni...”. Hahahaha... Aku pun merasa seperti orang yang keheranan. Tak tahu apa yang selanjutnya yang saya perbuat. Sunyi senyap seketika. Bagai berada di sebuah pulau tak berpenghuni. Tak lama saling heran, sepatah kata bentuk balasan pun akhirnya terlontar dari mulut Deki. Lebay... “Kam bisa keyboard kah?” (Kamu bisa main keyboard?) langsung saja aku menjawab, “Ya?” Tanpa fikir panjang Deki langsung mengajakku ke tempat keyboard. Untuk sesi perkenalan yang pertama, aku melihat keyboard yang digunakan. Keyboardnya Yamaha PSR 2000. Mungkin sebagian orang sudah tidak lazim lagi memegang keyboard ini. Memang keyboard ini sudah ada yang lebih baru. Tapi, untuk mengiringi sebuah lagu, bagi saya Yamaha PSR 2000 sudah memenuhi standar. Karena PSR 2000 sudah mencukupi untuk fitur – fitur yang menunjang. Seperti suara Piano. Menurut saya, suara piano Yamaha memang asli seperti Grand Piano. Maka dari itu saya menyukai Yamaha ketimbang Roland yang juga merupakan salah satu favorit saya. Kemudian, Yamaha lebih user friendly. Mudah digunakan walaupun anda baru pertama kali melihatnya. Saya jamin, anda langsung capat faham, ketimbang anda menjumpai keyboard merk terkenal lain seperti Roland, Korg, Casio, dan lain – lain. Selain itu, untuk PSR 2000 juga cukup banyak pilihan voice yang mungkin sesuai dengan kebutuhan anda. Seperti berbagai jenis piano, strings, woodwind, drum, guitar, organ, xg, synth. Dengan voice yang cukup lengkap, Yamaha PSR 2000 ini pun bisa anda ajak main band? Pertama kali aku bertemu dengan Yamaha PSR 2000. Yang ada di benak saya. “Waduh... Keyboardnya...” Seorang temanku Haris Dwi Jatmiko, juga berkomentar, “Kuuuy... Mun aku diberi ini ni, bingung memiciknya ma? Macam picikan pesawat?” (Wow... Jika aku diberikan keyboard ini, aku bingung memainkannya. Seperti navigasi pesawat). Dengan dasar skill yang kumiliki. Latar Bahasa Inggris yang cukup. Aku berakting supaya tidak canggung melihatnya. Setelah aku selesai mengatur apa yang kuperlukan. Deki berkata, “Coba kam main Indonesia Raya...” (Coba mainkan Indonesia Raya) Okelah dalam hatiku... Ketika aku akan mulai, “Tunggu dulu... Aku pemanasan dulu...” celetuk adam. Dasar adam Tak lama aku memainkan Fur Ellise, karena mungkin si Deki panas, dia langsung menyorobot dan mengambil alih kemudi. Dan dia membalasku dengan “Piano Sonata in A Major” karya Mozart. Tapi bagian chorusnya dia belum bisa. Sama - sama tidak bisa di chorusnya. Hahahaha... Ketahuan dia juga tidak mau dianggap remeh. Jadi, kami seperti perang dingin, panas memanasi. Ketika kami duel, disekitar kami rasanya ada Egi Hendrawan, Rendy Alang (Boy), dan sejumlah kakak kelas yang aku belum kenal. Setelah selesai dia memainkan “Piano Sonata”, dia langsung menyuruhku, “Senin depan kam langsung main lah?” (Senin depan, kamu langsung perform) Aku tak menjawab. Tapi aku menyanggupi.
Hahahaha... Aneh ya? Padahal aku sekedar memancing dia. Eh, jadi panas di panggung. Jadi, kalau anda ada di tempat pada waktu itu, anda akan menyaksikan Beethoven VS Mozart yang hidup kembali dari tidurnya. Hahahaha... (Cuma bcanda... Kita tak boleh sombong... Y gak? Apapun yang kita miliki tak seberapa di mata orang yang lebih memiliki... Itulah manusia... Diatas yang tinggi, pasti ada yang lebih tinggi. diatas yang lebih tinggi, pasti ada yang lebih, lebih tinggi... Diatas yang lebih, lebih, lebih tinggi, pasti ada yang jauuuuuhhhh labih tinggi. Pesanku... Jangan sombong kawan...)




0 comments:
Post a Comment