Sunday, 7 March 2010

Akhirnya Pensiun Juga (Episode 1)

Ini hanya pengalaman seorang anak yang ingin dirinya mendapatkan sesuatu yang baru dalam hidupnya. Itulah adam, panggilan dari Muhammad Adam Firdaus. Salah satu pengalamannya kali ini adalah menjadi arrenger musik nasional di masa SMA-nya. Memang bukan kebanggaan mendapatkan profesi ini, tetapi ketahuilah, banyak ilmu baru yang ia dapatkan selain akademik di sekolahnya. Saya sengaja berbagi ini kepada anda sehingga anda pun dapat masuk dalam kehidupan dia dan berbagi ilmu kepada pembaca sekalian.


Awal Mula Ketertarikan Menjadi Keyboardist Upacara

Entah apa namanya dan dipanggil apa, keyboardist upacara, pengatur musik, organ tunggal SMANSA, pengiring musik, pianist upacara, apapun itu sebutan untuk saya, itu tak menjadi masalah. Pada waktu itu aku masih baru di SMAN 1 Pangkalan Bun.

Seorang adam yang masih harum, belum mengenal apa itu SMAN 1 Pangkalan Bun.
Hari pertama kelas X, masa orientasi yang membosankan harus dilewati. Seperti biasa, kelakuan kakak kelas yang haaaaaaaaaaaa...hhhh... Segalanya lah pokoknya. Mereka telah membuat saya jenuh didalam kelas. Perkenalan, ini... itu.... Mmmmmh... Tidur aja yuk dirumah?

Senior kami (waktu itu saya kelas XD), menyuruh kami membuat biodata. Yang isinya, nama, tempat tanggal lahir, hobby, alamat, dan cita – cita. Hehehe... Bukan adam kalau tidak ngelantur. Nama : Muhammad Adam Firdaus, Tempat Tanggal Lahir : Pangkalan Bun, 20 Agustus 1992, Hobby : Main musik, menggambar, tidur, .... Ketika sampai di cita – cita, isenk saja kutulis, Cita – cita : Ingin menjadi orang terkenal se SMANSA... Hah... Apalah itu tak penting... He... Biarlah aku dihukum senior. Tapi ternyata tidak? He... Mungkin anda kenal Manda? Mungkin Allah yang mengutus dia untuk membantuku selama MOS berlangsung. He...

Sekarang lewat sudah MOS yang membosankan. Hari senin upcara perdana yang petugasnya adalah osis. Karena biasanya, setelah libur panjang, tanpa persiapan, jadi yang mendapat giliran tugas adalah mereka. Bel berbunyi, semua pasukan putih abu - abu berkumpul di lapangan. Aku langsung masuk barisan saja. Masuk barisan hanya menjadi peserta pasif, tentu bukan pikiranku.

Ketika itu, aku mendengar kak Feny, mantan kakak kelasku SMP juga, memberikan pengumuman lewat ruang informasi dan piket. “Panggilan kepada saudara Deki, agar segera kedepan ruang informasi dan piket.” Itulah untuk kali pertamanya panggilan yang kudengar dari ruang informasi dan piket. Aku cuek saja karena namaku tak disebut. Lanjutkan saja mengobrol dengan teman baruku, sekalian masa perkenalan.

Ketika orang itu datang, dia menghampiri keyboard yang sudah siap di tempat para guru berbaris. Aku pun tak menyadari sejak kapan keyboard itu berada disitu. Padahal tadi sewaktu bel berbunyi belum ada keyboard diatas situ? Seketika itu pula, perhatianku tertuju kepada orang itu. Temanku yang mengajak ngobrol pun tak ku hiraukan. Mataku selalu melihat ke arah dia. Upacara dimulai, suasana hening. Ketika pembawa acara yang memimpin acara sampai pada, “Pengibaran bendera merah putih, dan diiringi lagu Indonesia Raya.” Suasana hening bersiap hormat. “Kepada... Bendera Merah Putih, hormaaaaaaa......tttt... Grak!!!!!”

Keyboard itupun akhirnya mengeluarkan suara untuk pertama kalinya yang bertugas mengiringi bendera sampai ke puncak peristirahatannya. Selama pengibaran berlangsung, mataku tak melihat bendera. Tapi tetap saja melihat orang itu. Dan memperhatikan nada – nadanya.

Bendera sudah dikibarkan diatas, masuk ke acara, “Mengheningkan cipta, dipimpin oleh pembina upacara...”. Ketika mengheningkan cipta, orang semua sepertinya sedang asyik tunduk, mendengarkan nada yang indah hasil untaian Deki. Haaah... Pikiranku mulai kacau. Didalam benakku, “Coba aku yang main sekarang...” namun saat itu aku masih dilema. Aku masih baru, sementara aku belum berani untuk itu.

“Amanat pembina upacara...”. Aku ingat pada waktu itu yang menjadi pembina upacara adalah kepala sekolah, bapak Drs. Syaifuddin. Dan aku masih ingat juga amanat yang ia sampaikan pada upacara pertama aku masuk di SMAN 1 Pangkalan Bun. Yang kuingat, waktu itu dia menyoroti paduan suara. “Yang namanya petugas itu, seharusnya sudah siap. Dan segala sesuatunya harus sudah dipersiapkan. Supaya... Nantinya gak kelabakan. Kita molor ni jam-nya.” Petuah sang kepala sekolah.

Selesai amanat, masuk ke acara selanjutnya. “Menyanyikan mars SMANSA, dan salah satu lagu wajib.” Aku mendengarkan arransemenan Mars SMANSA-nya Deki seperti apa. Dan lagu kedua, aku lupa lagu wajib nasional apa yang dibawakan pada waktu itu.

Setelah acara selesai, pikiranku hanya memikirkan, coba aku yang ada di posisi itu. Tetapi yang menjadi pertanyaanku sekarang, “Bagaimana aku menjadi seperti dia? Padahal aku ingin sekali bersaing dengan dia. Tapi aku tidak mungkin punya akses kesitu. Karena sebagian besar, orang di SMAN 1 mungkin berlatar lain denganku. Aku belum dikenal disini. Hanya beberapa kakak kelas yang aku kenal. Itupun kenal tak seperti temanku yang menganggap mereka sebagai anak pilihan.” Hmmm...

0 comments:

Post a Comment

 
Copyright © 2010 Muhammad Adam Firdaus. Designer by adam