Saturday, 7 August 2010

Munajat Tapi Tak Dapat

Siang itu aku menemani sepupuku untuk membuat kartu pencari kerja. Aku yang masuk pertama karena sepupuku memang pemalu untuk bertanya-tanya. Di kantor itu terlihat kosong. Aku melihat tulisan "Layanan Kartu Kuning <- " (Maksudnya: Layanan Kartu Kuning sebelah kiri). Langsung saja aku menoleh ke kiri, dan disana terdapat 2 ibu-ibu yang sedang bertugas.

Ketika jarak 2 meter aku menebarkan senyuman sebagai selah satu jurus pamungkas. Lalu aku bertanya, "Ibu, mau bikin kartu kuning dimana?", "Oh, silahkan duduk" jawabnya.

Karena sepupuku yang membutuhkan kartu tersebut, sepupuku langsung melakukan proses registrasi. Tak ingin menggangu, aku mencoba berjalan-jalan disekitar. Sekedar melihat grafik, data, himbauan, dan lain sebagainnya.

Setelah selesai proses registrasi, ibu muda itu menyuruh sepupuku untuk memotokopi kartu pencari kerja itu untuk dilegalisir. Kami berdua langsung berangkat untuk memotokopi yang lokasinya tak jauh dari kantor itu.

Sambil menunggu fotokopian selesai, aku tiba-tiba ditanya salah seorang pemuda yang juga pembuat kartu pencari kerja. "Ngasih berapa tadi?" Tanyanya polos. "Enggak?" jawabku. "Oh, dikirain ngasih tadi?" Sambungnya.

Fotokopian pun selesai, aku dan sepupuku kembali ke kantor untuk menyerahkan fotokopian yang diminta. Sesampainya di meja, kami disuruh ibu muda tadi agar melegalisir fotokopian itu di meja sebelah. Tepatnya di tempat ibu tua. Tetapi meja itu sudah didahului oleh pemuda yang menanyaku tadi.

Karena di meja ibu tua ada pemuda itu, sepupuku duduk disebelah kirinya sambil mengantri. Posisiku berdiri dibelakang, karena kursi yang disediakan hanya berjumlah 2 buah. Sambil berucap dengan gugup, pemuda itu berkata, "sudah, bu?" Tanyanya dengan polos. Ibu itu tak menjawab. Padahal seluruh proses pembuatan kartu memang sudah dapat dikatakan selesai. Ketika legalisir selesai, pemuda itu bertanya lagi, "ini dibawa bu?" (sambil menunjukkan kartu kuningnya kepada ibu itu, yang memang berada jauh dari jangkauannya). Ibu itu "Diam Tanpa Kata, Kuseolah Jenuh Padamu..." kata D"Massive. Dengan raut wajah yang sedikit sangar karena dibawa cemberut, mengharapkan apa yang diinginkan tapi tak kunjung datang, ibu itu memberikan kartu kuning yang berada di dekatnya dengan kasar kepada pemuda itu. Mungkin karena tidak tahu, serta belum tahu kondisi, pemuda itu berucap dengan polosnya, "Makasih ya bu..." langsung saja pemuda itu bergegas meninggalkan meja kerja karena memang pada hari itu cuaca sudah mendung.

Aku semakin geram dengan ibu itu karena pada awalnya dia yang menawarkan kepada pemuda tadi agar membuat kartu kuning. (Sebagai pelayan itu wajar, "ada yang bisa saya bantu?") Akan tetapi setelah kejadian tadi, si ibu itu mulai meledak emosinya dengan menghentakkan stempel dengan sangat keras. Hahahahahaa...

Pemuda itu pergi tanpa beban. Lalu ibu itu melihat kearah kami berdua. Mungkin karena aku menatapnya serius. Aku memutuskan untuk pergi, agar ibu itu tidak merasa terganggu untuk membajak sepupuku. Setelah selesai melegalisir, sepupuku bertanya sedikit tentang ketidakjelasannya kepada ibu itu. Secara prosedur, pertanyaan sepupuku dijawab saja sebagaimana mestinya. Setelah dia bertanya, sepupuku langsung beranjak dari tempat duduknya, dan mengonfirmasi kepadaku agar segera pulang.

Untungnya sepupuku mengerti. Jadi, wajah si ibu itu mungkin bisa anda bayangkan karena tidak ada penghasilan tambahan yang masuk ke kantongnya untuk pasien yang berdua ini. Hahaha...

0 comments:

Post a Comment

 
Copyright © 2010 Muhammad Adam Firdaus. Designer by adam