Friday 3 December 2010

Pendapat Pribadi Seputar Masalah Monarki Jogja

Apa yang salah dengan SBY? Tidak ada yang salah. Menurut saya pribadi, jelas saja maksud pidatonya. Warga negara Indonesia terutama warga Jogja terjebak dalam emosi. Padahal maksud SBY tidak seperti itu. Mengapa saya berani mengatakan demikian? Karena cara pandang saya beda. Sebenarnya mudah saja melihat kejadian ini bila tidak selalu mencari kesalahan-kesalahan yang sengaja dicari.

Saya pribadi, mendukung sistem yang ada di Jogja saat ini. Tidak ada yang salah menurut saya. Damapak jangka panjang bagi Indonesia jelas sekali. Budaya terjaga, Indonesia memiliki keunikan, dan lain-lain. Namun, saya hanya mengkritisi tentang pandangan bangsa Indonesia yang sepertinya terlalu over, dan seolah-olah presiden itu salah. Bahkan menurut saya, permasalahan ini terlalu timpang sekali.

Yang pertama saya menyatakan kekecewaan terhadap media terlebih dahulu. Karena dengan hebohnya permasalahan ini, ini semua karena ulah media yang "memelintir" berita sehingga masyarakat Indonesia yang masih kental dengan budaya "mengikut" ini menjadi terprovokasi, tanpa berpikir dengan logis.

Ditambah, media selalu mengundang narasumber yang "kontra" dengan presiden. Jadi, efek yang ditimbulkan kelak, akan menyerang warga negara sebagai penyimak.

Media juga menyorot terlalu satu sisi sekali. Pendapat-pendapat ahli tata negara yang kontra, justru dikuatkan. Padahal saya sempat menangkap pengamat politik yang objektif. Saya sangat sepaham dengan analisisnya.

Jangan-jangan ini mengindikasikan bahwa media "benci" yang berlebihan terhadap pemerintah, sehingga masalah yang semestinya dapat dimengerti bila ada kesamaan persepsi. Padahal kenetralan, serta keobjektifan media inilah yang menjadikan media menjadi profesional.

Yang kedua saya menyatakan kekecewaan terhadap para akademisi Jogja yang sepertinya gelar pendidikannya itu perlu dipertanyakan. Mengapa tidak? Setiap pembicaraan yang mereka utarakan, selalu mengaitkan tentang sejarah Jogja. Memang Jogja mempunyai sejarah yang mendalam dengan negara ini. Namun, itu terlalu "ria" lah menurut saya. Mengapa tidak? Masih banyak sekali alasan logis lainnya yang sebenarnya masih bisa untuk digunakan memperkuat fakta. Karena bila sejarah ini diungkit-ungkit kembali, dampaknya bisa besar. Kita harus bisa berpikir luas. Dan ini isi hati saya, "kalau Jogja merasa sejarahnya begitu besar, berarti sejarah daerah lain untuk memperjuangkan kemerdekaan ini tidak ada harganya." harus dicamkan itu.

Kita ingat dahulu pahlawan-pahlawan daerah lain juga memperjuangkan kemerdekaan mengusir penjajah. Bukan hanya jogja. Itu harus diingat, dan jangan sampai dilupakan. Hanya saja, Jogja dengan Sri Sultan Hamengkubuwono IX mengorbankan Jogja sebagai ibukota RI. Itulah kesan yang timbul, sehingga Jogja merasa besar kepala.

Jogja tidak bisa begitu saja merasa sombong dengan perjuangannya. Inilah yang bisa membuat disintegrasi bangsa.

Yang ketiga, saya menyatakan kekecewaan terhadap punggawa-punggawa Jogja seperti Sri Sultan sendiri, Amien Rais, dan tokoh-tokoh Jogja lainnya. Seharusnya mereka inilah mampu melihat secara jeli permasalahan ini. Jangan lantas membawa nama daerah, lalu enggan menilai secara logis.

Yang keempat, saya kecewa terhadap warga Jogja yang 60% adalah mahasiswa/i. Usia produktif, yang dikatakan Jogja adalah kota pendidikan. Padahal mereka inilah analis-analis yang seharusnya objektif dalam melihat setiap permasalahan bangsa.

Banyak sekali warga yang menyatakan "Presiden tidak belajar sejarah". Yang pertama ingin saya katakan, perspektif warga Jogja mengaitkan dengan sejarah adalah keraton Jogja memang menjadi darah daging bagi Jogja. Dan yang kedua, warga Jogja yang mengikuti pandangan akademisinya ini lalu mengaitkan sejarah-sejarah kemerdekaan yang seperti saya utarakan diatas. Sehingga, dengan kacamata kuda, semua menjadi emosi.

Kalau warga Jogja merasa belajar sejarah, (bukankah sudah berani mengatakan "Presiden tidak belajar sejarah") seharusnya warga Jogja mengerti juga sejarah daerah lain, bahwa daerah lain juga sama memperjuangkan kemerdekaan bangsa ini.

Seperti penjelasan saya diatas, saya setuju sekali bila Jogja mendapat hak istimewa. Namun, permasalahan sekarang ini kan hanya bagaiamana kita menyikapi pidato presiden. Dan saya berharap kepada pembaca sekalian, cermatlah menganilisis.

2 comments:

wisnu arisandy said...

lanjutgan,,,,asal jangan memperkeruh

mampir gan

http://daridiri.blogspot.com/

sibutiz said...

yapz,saya setuju dngan kawan wisnu di atas....

Post a Comment

 
Copyright © 2010 Muhammad Adam Firdaus. Designer by adam