Saturday, 17 July 2010

Martabak Atau Terang Bulan?

Aku berasal dari Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah yang menempuh kuliah di salah satu Universitas swasta di Bandung. Aku tinggal di tempat kakak bapakku, yang dalam bahasa Sundanya (sebuah bahasa daerah Jawa Barat) disebut “Ua”. Setelah beberapa malam menginap, rencananya malam itu aku akan menginap di rumah pamanku. Sekitar habis sholat Isya kami berangkat. Tinggal beberapa meter dari jarak menuju rumah, aku, Tian, serta pamanku yang ikut di rombongan, singgah sebentar untuk membeli cemilan.

Sambil menunggu pesanan selesai, aku mengobrol dengan sepupuku, Tian. Aku bertanya – tanya tentang seputar dunia perkuliahan itu seperti apa. Ketika ditanya oleh sepupu saya yang bernama Tian:

Tian : “Bang mau apa?”
Saya : “Yah… "Terang Bulan" Keju satu..”
Tian : “Haah!? Apa? Abang mau pesan apa?” (bingung)
Saya : “Iya… "Terang Bulan" satu, yang keju aja ya…?” (dengan rasa tak bersalah)
Tian : “Hah? Mau Martabak Manis apa yang Asin?”
Saya : “Ooh? Kalau disini Martabak Manis yah? O.. Iya, pesan satu martabak manisnya…”

Setelah kejadian tadi, aku dengan Tian langsung mengganti pokok pembicaraan dengan berdebat seputar istilah “Terang Bulan” itu. “Kalau disana… (Kalimantan) Itu namanya "Terang Bulan…” Kata saya menjelaskan.

Publikasi istilah “Terang Bulan” pun terus berlanjut. Setelah menginap di tempat pamanku, aku menceritakan kepada keluarga yang lain. Ketika aku bercerita, semua penonton dongengku terheran – heran. Aku merasa bersalah, karena istilah “Terang Bulan” itu yang merupakan sebutan untuk kue berbahan dari tepung cair ini tidak ditemukan dalam kamus Bandung. Jadi, aku terdorong untuk mencari kebenaran dari asal – usul istilah ini.

Tadi malam, (16 Juli 2010, 20.00 WIB) aku berjanji menemani tetanggaku mengetikkan karya ilmiahnya. Kemudian, karena sudah larut, pukul 23.00 WIB, kami pulang. Sambil berjalan, tetanggaku mengajakku untuk membeli sesuatu yang bias dimakan. Karena mungkin dia sangat kelaparan. Ketika dia menanya saya:

Tetangga : “adam mau apa? Teteh lapar nih…?”
Saya : “Mau apa ya…” (Malu – malu)
Tetangga : “Sok aja ngomong, teteh kelaperan nih… Hehehehe…”
Saya : “Ya udah 'Terang Bulan' yang didepan itu aja deh…?”
Tetangga : “Hah? Mana?” (Sambil melihat keatas langit)

Pertanyaan itu berulang–ulang diajukan, namun aku belum sadar. Ketika aku sadar penggunaan istilah "Terang Bulan" itu, aku langsung meralat "Terang Bulan" dan langsung menggantinya dengan Martabak Manis. Kami tertawa terbahak–bahak membahas masalah ini.

Selama menunggu pesanan dibuat, aku mencoba berbasa–basi dengan penjualnya. Kebetulan penjual Martabak ini sepertinya sudah berpengalaman.

Saya : “Pak, Bapak tahu tentang “Terang Bulan”? (Tanya saya)
Penjual : “Ya ini “Terang Bulan” teh…” (Sambil menunjuk kearah Martabak Manis)
Saya : “Oooooooooooooo….. Pantesan aja Pak saya bingung. Saya kan dari Kalimantan ni Pak, nah… Kalau disana itu namanya “Terang Bulan”. Cuma saya bingung, yang jual Martabak ini kan sebagian besar berasal dari Bangka Belitung, apa disana itu juga menggunakan istilah “Terang Bulan”?” Tanya saya. “Lalu bagaimana dengan di Jawa Pak?” Lanjut saya. “Bapak asalnya darimana sih?” Tanya saya bertubi.
Penjual : “Iya, memang ini sebenarnya “Terang Bulan”. Cuma di Bandung aja yang nyebutnya Martabak Manis. Memang asalnya dari Bangka. Kalau Martabak Telor, itu asalnya dari India.
Di Jawa juga “Terang Bulan”? Di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Jawa juga nyebutnya ‘Terang Bulan’. Kalau saya aslanya dari Tegal.” Terang si Bapak Penjual yang sudah tinggal di Bandung ini sejak 1996.
Saya : “Oooooooooooooo….. Tapi kok Bapak logat Tegalnya gak muncul?” Ledek saya
Penjual : “Hahahaha… Pernah waktu itu ada tamu hotel dari Jawa Timur, keluar malam – malam pengen nyari “Terang Bulan”, sampai keujung–ujung (Sambil menunjukan keadaan yang jauh). Pas saya lagi bikin adonan ini, dia liat kesini… Ooo… Ini katanya ‘Terang Bulan’.” (Sambil mempraktikan gaya sang pencari “Terang Bulan” itu)
Saya : “Oooo… Begitu…”

Setelah pembicaraan itu, saya tersenyum melihat keberagaman Indonesia yang unik. Hahahaha…

0 comments:

Post a Comment

 
Copyright © 2010 Muhammad Adam Firdaus. Designer by adam